Searching...

Popular Posts

Senin, 26 April 2010

Dua Sasis Satu Event

Dengan regulasi sekarang, pembalap Yamaha paling nyaman bermain dua kelas sekaligus. Dengan satu sasis, jokinya boleh ikut MP1 dan MP2. Tetap Jupiter-Z juga. Pembalap tak perlu adaptasi karakter sasis ikut dua kelas itu. Dasar handlingnya sama, hanya menyesuaikan power.

Bandingkan dengan Honda, Suzuki dan Kawasaki. Ketiganya melepas tipe berbeda dengan karakter sasis berlainan ikut dua kelas tersebut. “Jarang pembalap sama dari tiga merek itu, sakses di dua kelas sekaligus,” kata Erwin Oie alias Akiang, tuner Honda yang datang di seri III, Kejurnas MotoPrix (MP) Region 2 di Purwokerto, Jawa Tengah, Ahad atau 17-18 April, kemarin.

Apalagi di pasar senggol Purwokerto. Sirkuitnya patah-patah. Kenyamanan sasis dibutuhkan di situ, agar melejit efektif. Mesin kian bertenaga. Tapi, “Persoalannya harus geber dua karakter sasis dalam satu event. Kelihatannya gampang. Tapi trik bermanuver sangat lain,” kata Bima Octavianus, pembalap tim Honda DAM Adira NHK Motora (HDANM) yang hanya bisa menguasai sasis MP1 dengan Honda Supra. Kurang sakses di MP2.

Bima mewakili rombongan Honda. Honda mengandalkan Supra 125 di MP1 dan Blade di MP2. “Keduanya perlu setting mesin dan sasis. Secara skill, juga harus menguasai cara bawa dua karakter. Lebih repot,” tambah pembalap yang dikenal piawai stting, tapi tetap mengeluh berhadapan dua karakter.4408motoprix-ii--axl2.jpg

Sama dengan Suzuki. “Di saat yang sama, riset Smash dan Shogun. Bukan hanya mesin, juga sasis. Di saat sama pula, pembalapnya harus paham dua karakter sasis itu,” ngobrol Hasyim Sonedi, mekanik Suzuki AHRS.

Bukan cuma makan biaya. Juga kuras konsentrasi pembalap dan mekanik. Khusus pembalap, memori otaknya segera berubah drastis begitu bermain di kelas beda. “Tidak mudah. Pasti ada perbedaan refleks dan naluri,” kata Ahmad Jayadi, mantan pembalap papan atas dan bos Honda Denso Castrol NHK (HDCN). Pembalapnya Oki Ristan hanya cemerlang di MP1. Di MP2 Oki kesulitan.

Yamaha di semua kelas, pakai sasis Jupiter-Z. Selain riset mesin mereka di 110cc telah khatam. Mekanik bangkotan samai yang ingusan, bisa bikin Yamaha kencang. “Patokannya banyak. Tinggal kreatifitas masing-masing mekanik,” ujar Haris Sakti alias Mlethis yang bikin Jupiter-Z pasukan Yamaha Yamalube FDR KYT Trijaya (YYFKT) perkasa di MP Jawa kemarin.

4409motoprix-ii--axl3.jpgBermain 125 cc, Yamaha tinggal naikan kapasitas dan sesuaikan setting suspensi, cukup. Pembalapnya, tak perlu loading konsentrasi mendadak. Bawaan hendlingnya persis. Karakter tekuk sana dan tekuk sini pada otak kiri-kanan pembalapnya, sudah kenal. Refleksnya sama.

Power kapasitas tinggal disesuaikan dengan perubahan setting suspensi. “Agar roda tidak banyak bergeser saat rebahan sambil betot gas,” terang Anggi Permana, andalan YYFKT yang merajai MP1 dan runner-up MP2. Pokoknya, karakter sasis sama.

Mengatasi seting sasis sudah banyak dilakukan. Misal Suzuki yang pakai sasis Smash untuk Shogun 125. “Bahkan sedang order sasis yang belum dilas ke pabrik. Agar bisa setting sendiri,” tambah Hasyim Sonedi.

Berbeda dengan Honda yang baru tahun ini resmi berjibaku dengan merek lain. “Untuk saat ini, sasis Blade kesulitan jika diberi mesin Supra. Getarannya tinggi. Geometri antara sasis dan mesin berubah banyak,” tandas Rawal Lasut, pemilik HDAM yang riset khusus sasis di Jogja.4410motoprix-ii--axl4.jpg

Paling gress, uji coba bore-up Blade ikut MP1 alias 125 cc dilakukan Wawan. Blade-nya juara di seri Banten di MP2 atau 110 cc. “Dengan setting sasis sama, dibore-up 125 hasilnya lumayan. Memang belum bisa jadi perbandingan. Karena ke event ini, waktunya mepet,” terang Wawan.

Wawan masih paling mengilap di antara pembalap Honda. Meraih catatan waktu kedua QTT MP2 dan naik podium 3 race 1 MP1. Di MP2, meski terlempar dari 5 besar, Wawan wakil Honda yang bisa merangsek ke depan. Sayang, dia berjuang sendirian dan seperti ‘dikroyok’ pasukan Yamaha.

Irfan Chupenk pernah rasakan, saat itu masih di Suzuki. “Harus diakui, balap dengan motor sasis beda lebih sulit. Harus kenal karakter. Kenal pun bukan jaminan. Ada gerakan refleks yang berlainan dan lupa sedang geber yang mana?” terang Chupenk.

Toh, melihat hasil Wawan di seri Purwokerto, pengalaman pembalap Suzuki, serta kedigdayaan Yamaha, maka satu mesin dan satu sasis di dua kelas memang memudahkan.

Kuncinya pakai tipe motor 110 cc. Tinggal dibore-up sesuai kaidah regulasi, lalu disesuaikan setting suspensi. Tapi, “Mesin wajib ketemu dulu setting terbaiknya. Di sejumlah sirkuit, terbukti sasis 125 cc malah bisa lebih enak. Motornya lebih yahud rolling speed,” tambah Ahmad Jayadi yang di masa jayanya dikenal pakar rolling speed bebek.

Hal ini diketahui Ibnu Sambodo. Makanya pemilik tim ijo ini buru-buru mengganti Kawasaki Athelete dengan Edge yang diterjunkan di MP1 dan MP2. Karena dengan sasis yang sama untuk dua kelas, jelas lebih menguntungkan.

Sayang, masih butuh uji coba di MP. “Seting sasis jadi lebih cepat. Tidak perlu harus sampai mengubah adaptasi pembalap,” tutup Ibnu pemilik tim Kawasaki IRC NHK kemarin.

0 komentar:

Posting Komentar